Pro dan Kontra Ujian Akhir Nasional (UAN)

Berikut diskusi saya di FB tentang sikap Pro saya terhadap Ujian Akhir Nasional...

Disclaimer:

Untuk rekan-rekan guru, profesi guru adalah termasuk profesi yang paling mulia di dunia yang fana ini. Saya tidak bermaksud menyamaratakan semua guru, tulisan saya ini hanya pengalaman terhadap subjektifitas penilaian rapor yang subjektif oleh OKNUM guru (karena konflik kepentingan tertentu). Sampai saat ini saya sangat menghormati profesi mulai dari guru. Semoga anda diberi kekuatan untuk tetap menjadi guru teladan... Karena pekerjaan guru adalah jariyah penyebaran ilmu yang bermanfaat yang pahalanya tidak pernah putus :)

Perlu kita ketahui siswa yang mendapatkan penilaian kurang fair sampai kemudian dia dewasa dan sukses menjadi profesional / wirausaha, sampai detik ini masih mengingat pengalaman buruk tsb. Karena hal ini termasuk kategori "children bullying".

Semoga tulisan ini dibaca oleh pihak yang berkepentingan terhadap Evaluasi UAN.


Bagi bro and sis yang ingin comment juga monggo silakan yah :)

Budi Wiyono Ada apa dengan Ujian Nasional? Koq banyak yang protes? Jamannya saya dulu UN adalah penyelamat siswa yang niat sekolah. Banyak 'bintang kelas' jadi-jadian yang jeblok di UN, dan digantikan juara sesungguhnya (UN jauh lebih fair dan tidak mudah dicurangi oknum guru)


Tjatur Sadono, Putri Hapsari and Arief Muhamad like this.

Sereal Kiler
Sereal Kiler
btol btol btol.

Budi Wiyono
Budi Wiyono
Hayo siapa yang merasa dicurangi oknum guru Ngacuuuung...(yang dijadikan juara saat ujian lokal: anaknya, saudaranya, anak temannya, etc), tapi akhirnya bisa menjadi Juara saat UN?

Necky Effendy
Necky Effendy
Saya yang ga setuju pak. Tidak ada rasa keadilan bagi sekolah2 di daerah dengan di jakarta pak. Sbg contoh yg paling nyata, SD anak gw dgn lokasi cuma 3 km sm ponakan gw tapi berbeda kualitas dan tingkat pelajarannya. Kl yg ini pengalaman pribadi pak, dari sebulan yg lalu sy cuma menyuruh anak latihan dan latihan hanya 3 mata pelajaran. IPA, Matematika, dan Bhs Indonesia. Kenapa hanya fokus disitu? ya karena kelulusan dan penerimaan smp hanya dari nilai 3 itu pak. Lah...terus ngapain capek2 belajar yg lain dunks...??....peace pak boss...maaf kl ga sependapat.

Budi Wiyono
Budi Wiyono
@Necky Saya pro terhadap UN. Sekolah di daerah banyak yang mampu faktanya. Sekolah yang tertinggal harus mengejar ketertinggalannya (tidak melihat daerahnya, bisa saja sekolah di pusat kota tapi tertinggal). Bayangkan ketidakseragaman yang akan terjadi jika tidak ada tolok ukur yang sama. Akan hancur dan semakin mundur. Bayangkan penyelewengannya juga jika tidak ada UN. Sekolah pinggiran akan semakin tertinggal jika tidak ada UN. UN dan perbaikan mekanisme yg harus terus di sempurnakan bukannya malah di tiadakan.

Necky Effendy
Necky Effendy
Sekolah yang tertinggal justru bisa mengejar ketertinggalan dengan biaya UN yang mencapai 3 trilyun pak....kebayang ga sih pak sekolah yg di jakarta tapi ambruk (berita beberapa bulan yg lalu). Kalau mau penyeragaman...langsung saja pak ga usah hanya 3 mata pelajaran tapi semua mata pelajaran biar ga mubazir belajarnya. Kalaupun mau mutu nya ditingkatkan lihat2 lah pak...SMP atau SMA sy masih setuju.. tapi kalau tingkat SD....pendapat saya tidak fair pak. Pendapat saya justru penyelewengan 3 trilyun itu yg sangat rentan ... KKN....hehehe jadi curhat deh. Kalo ada diskusi terbuka tentang ini...terus terang pak...saya akan senang hati....di sekolah anak sy yg ada pertemuan ortu murid dengan para pengajar...mereka tidak dapat memuaskan saya dengan jawaban2nya

Tony Wiharjito
Tony Wiharjito
Ehm....kenyataannya kalo gak ada UN emang jauh lebih gak transparan lagi,pk ujian masuk lokal per sekolah yg di nilai oleh sekolah masing2 rawan kolusi,dimana berkas ujian pun gak dibalikin lg. Dikombinasikan pake nilai rapor? Sama aja gak jelasnya, banyak rapor jadi2an yg jg rawan kolusi. Kalo UN,dipriksa pk komputer,lebih transparan & standardized (kl jaman kt dl pake ebtanas yg meski manual tp yg mengkoreksi jwbn guru2 sekolah lain,ttp lbh aman dr kolusi). Jd UN emang bukan metode seleksi ideal,tp s/d skrg msh yg paling aman dari praktek kolusi. Mgkn tar kl mental kolusi di Indonesia udah terkikis,br UN bs dihapus & metode seleksi kelulusan/masuk sekolah bs pk nilai raport komprehensif.

Budi Wiyono
Budi Wiyono
@Necky Saya sendiri nggak mau melebar ke korupsi deh ya. Lebih fokus ke UN atau Tanpa UN dulu aja pak.
Aku berpendapat begini juga karena pengalaman sekolah dulu. Aku punya teman dan adik yang dalam situasi tanpa UN seperti apa dengan UN seperti apa. Pada saat tanpa UN (kelas 1-kelas 5), mereka di ganjal, selalu jatuh ke nomor 2 paling banter. Begitu pakai UN (kelas 6), langsung ranking 1 sak sekolahan! Kita bicara ini Endonesia loh... Rawan penyimpangan, makanya jadinya seperti itu.
Kesan yang saya dapat dari pihak yang kontra UN adalah pihak tsb terkesan tidak mau/tidak berani berkempetisi.
Sungguh aneh mau meniadakan UN dengan tidak tersedia way out nya. Terkesan seperti mau melarikan diri dari kenyataan dan tantangan.
Saya juga tahu, ukuran kognitif (otak kiri thok) tidak menjadi jaminan sukses dalam karir anak sekolahan kelak, tetapi kita ini bicara dalam pembatasan "dgn kurikulum yang berlaku saat ini" IMHO, saat ini, tanpa UN, akan makin hancur. Sekolah yang tidak mampu bersaing akan makin tidak bisa mengejar. Nilai 6 di sekolah berkualitas jadi terkesan lebih jelek dari nilai 9 di sekolah abal-abal. Jadi lebih gak karuan lagi.
Hehe nice discussion! :) Piss :)

Necky Effendy
Necky Effendy
i got it bro...i see ur point now...hehehehe, mudah2an endonesia bisa lebih maju dengan UN or without UN. peace.

Emanuel Setio Dewo
Emanuel Setio Dewo
Daku juga Pro UAN. Karena selain menjadi evaluasi akhir belajar siswa, UAN juga menjadi ajang penggemblengan mental.

Edward Simond Koto
Edward Simond Koto
gw juga pro UAN, tapi harus fair juga dalam menghukum, jika banyak siswa yang gagal UAN, siswa kan uah otomatis terhukum dengan kegagalannya. HArusnya gurunya juga dihukum. misalnya setiap 10 orang siswa yang gak lulus, gurunya turun gaji 10%. Jadi Guru juga ada semanggat memperbaiki kualitas masing masing.

Budi Wiyono
Budi Wiyono
@Dewo Setuju juga
@Edward Setuju banget, hehe. Jadi bener-bener jadi sarana benchmark.
Dan satu lagi, peran ORTU sangat sangat diperlukan. Hidup di Endonesia harus pinter-pinter jaga anak-anak & daya saing anak kita.

Budi Wiyono
Budi Wiyono
@Dewo Setuju juga
@Edward Setuju banget, hehe. Jadi bener-bener jadi sarana benchmark.
Dan satu lagi, peran ORTU sangat sangat diperlukan. Hidup di Indonesia harus pinter-pinter jaga anak-anak daya saing anak kita.

Necky Effendy
Necky Effendy
Hahahahahah...Edo...harusnya adil juga dunks, kalo setiap 10 siswa yg ga lulus kena punishment. Kalo berhasil lulus semua kudu dapat reward dunks...baru ini fair ada punishment aja juga reward....khan jadi balance

Budi Wiyono
Budi Wiyono
@Necky Pak, Reward bagus untuk memacu semangat, yang lulus semua sih gak perlu reward bos, khan ini yang jadi standard. Yang perlu dikasih reward lulus semua PLUS rating yang membanggakan, nah ini perlu di hadiahin reward :)

Necky Effendy
Necky Effendy
itu pak...maksudnya...biar guru2nya memacu peningkatan mutu sekolahnya dengan ok...hehhehe

Budi Wiyono
Budi Wiyono
@Necky Tul pak :)

Rein? Rein
Rein? Rein
wah wah rasanya kalau mau ngomongin UN bisa panjang ceritanya ... saya tidak setuju sama UN karena menilai siswa hanya dari 1x tes saja dan tidak komprehensif. Kalau nilai UN jadi salah satu unsur bobot yg cukup besar (mis.50%) utk kelulusan saya setuju, dgn mempertimbangkan nilai di kelas 1,2,3 dengan bobot tertentu.
Masalah kalau tidak ada UN akan dicurangi oknum guru, ya kontrolnya yg diperketat - mis.tempatkan pengawas independen misalnya. Jgn lantas mengadakan UN yang tidak komprehensif jadi senjata.
ujung2nya sih.. mendiknas niat gak serius mikirin ginian dgn mempertimbangkan +/- nya...
okelah kalau begitu

Budi Wiyono
Budi Wiyono
@Rein Yang diragukan adalah sistem rating di Rapor-nya yg lokal. Alasan: 1) Tidak standard derajat ukurnya antar wilayah 2) Soal lokal itu selalu lebih mudah bocor 3) Nilai rapor sepenuhnya wewenang guru, nah ini yg paling rawan dimanfaatkan oleh oknum. 4) etc.
Intinya rapor itu kurang dipercaya dan tidak standar pengukurannya.
Anda lulus di sekolah A di kota X, susah dibandingkan dengan Fulan lulus di sekolah B di kota Y.
IMHO, lebih baik UN sekali tapi bisa lebih dipercaya ketimbang tidak ada UN sama sekali.
Anak sekolah memang harus well prepared dalam menghadapi UN. Toch yang nilainya bagus dalam UN hampir selalu anak yang "bagus" juga. Maksudnya hampir tidak mungkin anak yg gak pernah belajar bisa dapat nilai bagus dalam UN (buktinya banyak yang gak lulus toch, hehe...).
Intinya jangan meniadakan UN selama tidak ada solusi pengganti yg *Lebih Baik*.
Just my 2 cent...

Rein? Rein
Rein? Rein
Kalau dibuat per kanwil seperti sistem target sales perusahaan gimana ya . jadi target lulusnya dimanage oleh kanwil tsb (bukannya emang kudu gt ya? jgn2 sdh jalan bgt?) kanwil ini kan biasa paling tahu kondisi daerah dibawahnya jd bisa mengadjust targetnya sekalian controllingnya ...seperti di perusahaan saja, target sales kanwil jakarta ga akan sama dengan target di kanwil NTT misalnya (kalau ada). Kalau saya memandang kisruh UN adalah kesalahan pemerintah yg tidak mampu mengkontrol proses penilaian jadinya menggunakan tools yg terlalu memaksa.. jaman skr sudah jaman horizontal dan tidak cocok melakukan "command & control" yg memaksa, harus perhatikan aspirasi dari bawah

Edward Simond Koto
Edward Simond Koto
@Necky : heheh iya ya, lupa gw ngomongin rewardnya, Abis gw kelamaan kerja dikantor gw yang dulu, yang gak kenal masalah pemberian reward, apalagi kalo rakyat kecil yang berjasa hehehhe. tapi kalo berdosa dikit pasti dapet punsiment...nasib nasib.
LihatTutupKomentar