Cara Melatih Kebagiaan menjadi Habit sehingga meningkatkan Produktifitas, Kreatifitas & Engagement

Umumnya orang punya believe bahwa kesuksesan akan menghasilkan kebahagiaan. "Jika saya promosi maka saya akan bahagia" pikir mereka. Atau "Jika saya mencapai target, maka saya akan bahagia". Tetapi... sukses adalah moving target, jika tercapai kita akan menaikkan target ke target baru yang lebih tinggi atau lebih menantang. Jadi kebahagiaan yang konsepnya merupakan hasil dari kesuksesan akan cepat berlalu.

Setiap kali "tidak sukses" anda tidak bahagia... Atau anda bahagia setelah tercapai target, setelah target dinaikkan anda tidak bahagia selama target belum tercapai... Capek deeehhh....

Bahkan, SEBENARNYA cara kerjanya yang benar adalah sebaliknya: Orang yang menumbuhkan pola pikir positif akan tampil lebih baik dalam menghadapi segala bentuk tantangan. Kita sebut sebagai "keunggulan kebahagiaan" (“happiness advantage”), setiap hasil usaha akan menunjukkan peningkatan ketika otak kita adalah Positif.

Menurut meta-analisis dari 225 studi akademis, peneliti Sonja Lyubomirsky, Laura King, dan Ed Diener menemukan bukti kuat kausalitas arah antara kepuasan hidup dan hasil bisnis yang sukses.

Kelirumologi apa lagi yang umum terjadi?

Kepercayaan umum mengatakan bahwa genetika kita, lingkungan kita, atau kombinasi dari keduanya menentukan seberapa bahagia kita. Yang pasti, kedua faktor memang mengakomodasi dampak. Tapi pendapat umum tentang kesejahteraan seseorang adalah anehnya memang mudah dibentuk.

Kebiasaan kita mengembangkan cara berinteraksi dengan rekan kerja, cara pikir tentang stres semua dapat dikelola untuk meningkatkan kebahagiaan kita dan peluang kita untuk sukses.

Mengembangkan Habit Baru

Melatih otak kita untuk menjadi positif tidak begitu berbeda dengan melatih otot-otot kita di fitness center. Penelitian terbaru pada bidang neuroplastisitas - kemampuan otak untuk berubah bahkan di umur dewasa, menunjukkan bahwa ketika kita mengembangkan habit/kebiasaan baru, maka yang terjadi adalah kita menata ulang kabel-kabel di dalam otak kita ("rewire the brain").

Menurut penelitian, meluangkan waktu untuk Latihan Positif singkat setiap hari selama waktu tiga minggu dapat memiliki dampak positif yang permanen. Sebagai Contoh, pada Desember 2008, tepat sebelum musim pajak terburuk dalam beberapa dekade, suatu ujicoba dengan manajer pajak di KPMG di New York dan New Jersey untuk melihat apakah solusi ini bisa membantu mereka menjadi lebih bahagia. Mereka diminta untuk memilih salah satu dari lima kegiatan yang berhubungan dengan perubahan positif, sbb:

  1. Menuliskan tiga hal yang mereka syukuri.

  2. Menulis pesan positif di social network mereka (seperti facebook, twitter, etc).

  3. Meditasi selama dua menit.

  4. Latihan latihan selama 10 menit.

  5. Ambil dua menit untuk menjelaskan pengalaman yang paling berarti selama 24 jam terakhir di Jurnal/Diary mereka.


Para peserta melakukan aktivitas mereka setiap hari selama tiga minggu. Beberapa hari setelah pelatihan selesai, dilakukan evaluasi baik pada peserta dan kelompok kontrol untuk menentukan pandangan umum mereka tentang kesejahteraan. Seberapa dekat mereka? Apakah mereka depresi? Pada setiap metrik, skor kelompok peserta eksperimen secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok kontrol.

Ketika diujikan pada kedua kelompok lagi yang lain, empat bulan kemudian, kelompok eksperimental masih menunjukkan nilai signifikan lebih tinggi dalam hal optimisme dan kepuasan hidup. Bahkan, nilai rata rata skor pada skala kepuasan hidup - metrik nya secara luas bisa diterima menjadi salah satu prediktor terbesar produktivitas dan kebahagiaan di tempat bekerja - skor meningkat dari 22,96 pada skala 35 point sebelum pelatihan MENJADI 27,23 pada empat bulan kemudian, suatu peningkatan yang signifikan, bukan?

Hanya satu latihan cepat sehari membuat para peserta lebih bahagia selama berbulan-bulan setelah program pelatihan berakhir. Gampang bukan?

KESIMPULANNYA adalah KEBAHAGIAAN telah menjadi HABIT/kebiasaan.

Jadi dengan bahagia anda akan lebih sukses.

Source: Adapted from HBR
LihatTutupKomentar