Apa Kabar Sistem Pendidikan di Indonesia dan Dunia? (part-1)

Topik pembahasan sistem pendidikan bukanlah merupakan topik pembahasan yang popular dalam kehidupan sehari-hari. Koq bisa? Teliti saja data-data di internet, sangat minim sekali topik tsb menjadi pembahasan. Padahal banyak issue dan gap menganggu yang sudah kita rasakan sehari-hari.

Apa saja masalah sistem pendidikan formal tsb?

Secara makro, sistem pendidikan formal di indonesia dan di dunia saat ini mengalami dalam proses di-disrupt oleh para inovator.

Tentu saja dengan tidak up-to-date nya sistem pendidikan secara umum, menjadikan sistem pendidikan formal menjadi sasaran empuk untuk di-hajar para inovator.

Beberapa temuan gap dan masalah sistem pendidikan di lapangan

Sistem pendidikan formal di dunia yang menjadi referensi/model di Indonesia ada beberapa metode, diantaranya adalah: 

  1. Sistem UK-Cambridge 
  2. Sistem Eropa-International Baccalaureate (IB) 
  3. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia 
  4. Sistem Amerika (berbasis STEAM)

Tetapi, sistem pendidikan telah berpindah dari sekolah formal ke media internet. Dan ketidakefektifan model-model sekolah formal tsb sekarang sedang on-progress di-disrupt oleh para Inovator. 

Pada kehidupan sehari-hari, anak-anak mendapatkan ilmu dan skill yang lebih banyak dari media online ketimbang dari sekolah. 

"Sebagaian besar pendidikan mereka sebenarnya berasal dari online” [Elon Musk]

Menurut Elon Musk topik pembahasan dan jenis tontonan anak-anak di online menjadi sangat penting. Dengan besarnya minat anak-anak pada video game online, maka video game pendidikan di internet menjadi media yang sangat strategis karena sangat menarik dan seru bagi anak-anak.

"Pendidikan juga harus bisa dibikin seru dan semenarik mungkin sebagaimana yang terdapat di internet"

“Jika anak-anak bisa sangat terlibat dalam video game, pasti ada cara juga bagi mereka untuk menjadi sangat terlibat dalam pendidikan” 


[Elon Musk]

Kenapa Mahasiswa/Lulusan Teknologi Informasi banyak yang tidak bisa Pemrograman?

Kebanyakan pengelola perguruan tinggi menyampaikan alasan bahwa raw talent lulusan SLTA yang kemudian menjadi mahasiswa mereka, mayoritas tidak memenuhi standar bagi perguruan tinggi, shg ketika mereka menjadi mahasiswa, para mahasiswa tsb tidak bisa di gas, jika di gas ngebul... Alias tidak mampu digembleng pada kelompok skill ICT masa depan.

Output sekolah-sekolah SLTA formal tidak berdaya mendukung dalam men-supply kebutuhan sumber daya raw talent sbg calon mahasiswa yang sesuai harapan baik secara kesiapan hard-skill (coding basic dll) maupun soft-skill (kapasitas belajar mandiri, kapasitas kreatifitas, generasi instan, dll).
Sementara di lapangan, kita juga banyak menemui beberapa paradox, yaitu 

  • Paradox 1: Industri banyak kekurangan talent IT profesional pengembang sistem/aplikasi, sayang sekali sangat banyak perguruan tinggi pemrograman (yg bukan perguruan tinggi unggulan), mayoritas lulusan-nya tidak memenuhi standar kebutuhan industri. Bahasa gamblangnya adalah umumnya lulusan-nya dianggap tidak mampu.
  • Paradox 2: Saat banyak perguruan tinggi pemrograman (Teknik Informatika/Ilkom) meluluskan mahasiswa yang tidak bisa coding/develop software, sementara di lapangan banyak ditemui pengembang aplikasi otodidak yang tidak mengenyam kuliah jurusan pemrograman. 

Perguruan Tinggi jurusan pemrograman, membutuhkan raw talent lulusan SLTA yang sdh terlatih Komputasional Thinking, lebih bagus lagi jika juga sdh terampil perograman sesuai konteks dan umurnya ketika di SMP dan di SLTA. Tentu termasuk terpenuhinya softskill relevan pendukung yang telah terlatih dengan baik dan benar.

Penyesuaian Program dan Kurikulum SMP SLTA terhadap perkembangan kebutuhan pasar.

Belakangan ini kita sudah bisa melihat adanya beberapa perbaikan program dan kurikulum yang berorientasi pada kebutuhan pasar. Beberapa yang terlihat adalah arah pergeseran positif pada orientasi high order thinking, project based dan skill based learning dst.

Sehingga sudah ada sedikit pergeseran yang lebih baik dari pola semula sistem pendidikan yang polanya hanya hapalan dan konten pendidikan yang cederung berisi perpindahan pengenalan A berpindah ke pengenalan B, C, D dst tanpa membuahkan skill yang mumpuni.


Selain itu, juga adanya kebiasaan lama anak-anak sekolah sampai sore tapi tidak fokus pada penajaman skill sesuai minat dan bakat anak. Juga anak-anak menjadi terlalu capek di sore hari yang tanpa dapat skill yang jelas, shg ortu di rumah menjadi sulit menambah program skill ke anak (kursus skill masa depan sesuai minat dan bakat anak) karena anak terlalu capek.

Adanya pergeseran program baru ini, sayangnya kebanyakan pengelola sekolah cenderung terjebak pada kendala ketidakmampuan guru dalam mengikuti perkembangan baru ini. Berbagai program selalu menyalahkan kendala-kendala semacam ini pada eksekusi programnya. Artinya eksekusinya cenderung terseok-seok dan belum sesuai harapan.

Kami sbg orang tua murid tentu sangat tidak setuju nasib anak-anak kami terlalu bergantung pada kemampuan guru. Tentu kami tidak setuju mind set semacam ini masih terus berlangsung.

Harus ada kebiasan-kebiasaan baru yang keluar dari lingkaran setan ini, seperti bahasan berikut ini.

Profile anak-anak SMP dan SLTA yang diharapkan Perguruan Tinggi untuk memenuhi kebutuhan Industri.

Fakta bahwa "sekolah-sekolah" anak-anak kita sebenarnya banyak yg sudah berpindah "bersekolah" di Internet dengan guru dan mentor di Youtube dan Forum/Komunitas online.

Perlu kita garis bawahi lagi, di Internet banyak sekali tersedia guru-guru non formal tsb yang berkualitas industri/global.

Banyak anak-anak yang pintar belajar dari internet. Sebagai contoh, anak-anak yang belajar design thinking, game development, problem solving dan pemrograman bahkan sejak SMP. Anak-anak sudah sangat nyaman "bersekolah" secara non-formal di Internet dan berkolaborasi/berdiskusi dengan komunitas masing-masing. Silakan cek sebagai contoh saja, Channel Youtube Pemrograman Roblox - Sushimaster, milik seorang murid SMP, yang sdh mulai aktif programming sejak kelas 1 SMP (kelas 7). Sebagai gambaran, setiap hari "ngoprek"/programming 5 jam-an per hari tanpa merasa terbebani karena merasa asyik dan seru.

Bagi anak anak ini, kegiatan pemrograman game yang sebenarnya termasuk sangat kompleks pada umur mereka tsb, oleh mereka pemrograman yang mereka lakukan tsb sangatlah menyenangkan dan challenging. Anak-anak semacam inilah yang diharapkan cocok, memenuhi syarat dan mampu untuk menjadi mahasiswa Teknik Informatika yang ideal, shg saat lulus kuliah bisa memenuhi standar kebutuhan industri nasional bahkan juga bisa match dengan kebutuhan industri global.

Apakah profile talent sebagai calon mahasiswa yang ideal semacam ini tidak terlalu berlebihan? Tentu tidak jika anda pelajari seperti apa kebutuhan Industri Global berikut ini.

Bagaimana Kebutuhan Industri GLOBAL terhadap lulusan Perguruan Tinggi?

Baik, mari kita uraikan salah satu contoh kebutuhan Industri Global, yaitu seperti yang disarankan oleh Elon Musk sbg pemilik beberapa Industri Global yang terdepan di sektornya (Tesla, SpaceX dll).
Pola serupa ini juga terjadi di perusahaan global lainnya yang didukung dengan adanya trend paska pandemi yaitu full time employement melalui Remote Working. Tidak peduli anda ras apa, agama apa, asal negara mana asalkan kompetensi dan profile anda sesuai maka bisa bekerja di perusahaan paling premium di dunia.

Kebutuhan Elon Musk thd pola dan profile talent yang yang sesuai untuk berkarir di Grup Perusahaan miliknya:

  • Sistem gaji di perusahaan Elon Musk: incentive structure is set up such that innovation is rewarded. Melakukan kesalahan saat berinovasi tidak mendapatkan pinalti besar.
  • Tetapi jika ketahuan tidak berusaha/tidak mencoba inovasi, maka anda akan dipecat.
  • Bagi yang sedang yang mencoba inovasi jika aspirasi inovasinya di bawah standar (tidak bagus sekali), maka mereka juga akan dipecat.
  • Requirement hiring bukan pada ijazah/asal kampus, tetapi pada bukti kemampuan yang exceptional yang wajib disertai dengan bukti nyata.
  • Harus sudah terbukti berhasil bukan hanya karena pernah mencoba.
  • Elon tidak melihat keberhasilan pada kampus sebagai bukti keberhasilan yg exceptional, terbukti pada orang-orang hebat seperti Bill Gates, Steve Jobs, Larry Ellison yang Drop-Out dari kampus. Shakespeare-pun mungkin tidak kuliah di kampus.
  • Anda tidak perlu ke kampus untuk belajar, karena semua bahan belajar tersedia gratis.
  • Menyelesaikan tugas sepertinya menjadi main value dari kampus, atau main valuenya adalah kluyuran?
  • Colleges basically just for fun and to proves you can do your chores but they are not for learning

Apakah kita bisa memahami, kenapa sangat banyak sekali lulusan Perguruan Tinggi jurusan favorit tertentu (misal: jurusan-juruan teknologi informasi) dan sangat banyak lowongan pekerjaan dibidang tersebut, TAPI industri sangat kesulitan memperoleh talent yang sesuai kebutuhan? Banyak Lowongan Pekerjaan masa depan dan juga sangat banyak lulusan jurusan terkait, TAPI sangat sedikit yang bisa diterima.

Beberapa fakta: Gojek menutup kantor pengembangan sistem di Yogyakarta, kemudian memindahkan-nya ke India. Dan beberapa industri sejenis juga senada, mereka lebih senang membuka kantor di India karena lebih mudah mendapatkan talent pengembang sistem.

So, Whats Next?

Apakah kita sebagai orang tua anak/mahasiswa sengaja mau terjebak pada situasi-situasi ini?

Tentu tidak, rodolfo....

Oke, apa saja yang bisa kita lakukan secara mandiri tanpa bergantung dengan situasi/keadaan atau pemerintah? hehe...

Monggo, silakan dikomentari... :)


Artikel Serupa:

Selama pandemi anak belajar life skill masa depan jauh lebih banyak melalui daring.


(bersambung ke part-2)

LihatTutupKomentar